"Ikan bekasem, resep istimewa Keraton Kasepuhan Cirebon"
Lahir Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiulawal memiliki makna tersendiri bagi umat Islam. Setiap daerah pun memiliki cara tersendiri untuk memperingatinya mulai dari ritual hingga tipe santapan, seperti Cirebon.
Hari lahir Nabi yang kerap disebut muludan itu tak hanya dirayakan oleh masyarakat melainkan hingga di lingkungan Keraton Kasepuhan. Anggota keraton yang diyakini masih memiliki darah Sunan Gunung Jati itu juga menggelar tradisi muludan yang berlangsung secara turun temurun.
Sebulan sebelum puncak peringatan muludan, berbagai kesibukan telah dimulai. Salah satunya adalah membuat sajian ikan bekasem, yang biasa dilakukan setiap tanggal 5 Shafar dalam penanggalan Hijriah. Pada tahun ini, tepat jatuh pada hari Kamis, 20 Desember 2012.
Proses pembuatan ikan bekasem itu memakan waktu selama satu bulan dan baru selesai pada tanggal 5 Rabiulawal (18 Januari 2013). Selanjutnya, ikan bekasem akan disajikan pada malam puncak peringatan muludan atau biasa disebut panjang jimat yakni pada 12 Rabiulawal (24 Januari 2013).
Menurut Permaisuri Keraton Kasepuhan, Raden Ayu Syariefah Isye Natadiningrat, resep pembuatan ikan bekasem sudah ada sejak zaman Syech Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Hingga kini, sajian dan resep tersebut masih terus dipertahankan oleh keluarga Keraton Kasepuhan.
’’Tradisi ini sudah berlangsung turun temurun,’’ tutur istri dari Sultan Sepuh XIV, PRA Arif Natadingrat tersebut.
Ikan bekasem terbuat dari bahan utama berupa ikan kakap dan tenggiri sebanyak kurang lebih 25 kg. Ikan tersebut selanjutnya dipotong-potong dan dicuci bersih. Setelah itu, ikan direndam dengan menggunakan beraneka macam rempah-rempah. Adapun rempah-rempah itu, di antaranya bawang merah, bawang putih, kunyit, merica, ketumbar, kemiri, dan gula merah.
Selain itu, bahan rendaman yang tak boleh dilupakan adalah asem jawa atau asem kawak. Asem itulah yang membuat warna ikan menjadi kemerahan dan bisa awet dalam waktu yang lama. Karenanya, tak dibutuhkan pengawet kimia untuk mengawetkan ikan. Penggunaan asem kawak itu juga yang menjadi ciri khas yang membedakan bekasem dengan masakan ikan lainnya.
Selanjutnya, ikan bekasem dibiarkan diperam dalam gentong selama satu bulan. Namun, gentong yang digunakan itu tak sembarang gentong, melainkan guci kuno peninggalan Putri Ong Tin Nio. Putri Ong Tin Nio merupakan putri kaisar China, yang menjadi istri Sunan Gunung Jati.
Untuk memperoleh hasil yang sempurna, gentong tersebut harus ditutup rapat selama proses perendaman berlangsung,. Selain ditutup dengan menggunakan penutup gentong, bagian atas gentong pun ditutup dengan kertas semen yang diikat kuat dengan tali. Tak cukup sampai disitu, bagian atas kertas semen pun ditempeli dengan menggunakan abu dari bakaran kayu.
’’Abu ini berfungsi untuk menutup lubang agar tidak ada sedikitpun udara yang masuk ke dalam gentong,’’ ujar Isye.
Setelah genap satu bulan, atau tepatnya pada 5 Rabiulawal (5 Mulud dalam penanggalan Jawa), gentong tersebut dibuka. Ikan-ikan yang ada di dalam gentong kemudian dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Namun, proses pembersihannya pun tidak boleh dilakukan oleh sembaran orang. Pembersihan harus dilakukan oleh ibu-ibu dari Mesjid Agung yang dipimpin langsung sang permaisuri.
Setelah dicuci bersih menggunakan air, ikan bekasem kemudian ditiriskan di atas tampah yang sudah diberi tangkai padi. Selanjutnya, sekitar tiga hari kemudian, ikan tersebut baru dimasak dan dijadikan lauk pauk nasi untuk panjang jimat pada malam puncak peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat, menambahkan, tak hanya sebagai tradisi turun temurun, sajian ikan bekasem juga menggambarkan kekayaan laut yang dimiliki Cirebon. Selain itu, sajian ikan bekasem juga menggambarkan makanan alami yang sudah tersedia di alam.
Redaktur : Ajeng Ritzki Pitakasari
0 Response to ""Ikan bekasem, resep istimewa Keraton Kasepuhan Cirebon""
Posting Komentar